Autumn In Japan

Tulisan ini sekedar untuk mengabadikan jurnal perjalananku saat berada di negri Sakura, semoga  bermanfaat bagi para pembaca tulisan ini untuk menambah  referensi tentang gambaran destinasi jika akan traveling ke Jepang ala backpacker-an  seperti aku 


4 NOVEMBER 2019

Lelahku selama 7 jam 20 menit penerbangan terbayar sudah kala pertama aku menghirup udara segar saat langkah demi langkah kakiku menuruni anak tangga pesawat All Nippon Airways (ANA) di Narita, bandara internasional Jepang. Semilir angin dingin menerpa wajahku dengan lembut, seakan menyapaku “haiiii …welcome to Japan”
Alhamdulillah, aku bersyukur akhirnya bisa mengunjungi negara yang selama ini hanya aku kenal lewat televisi, buku-buku, media sosial atau dari cerita teman.

Sepintas ingatanku melayang …… saat reuni kecil dengan sahabat-sahabatku SMP di sebuah restoran di kawasan Depok, Jawa barat sekitar satu tahun yang lalu, kami berpose menggunakan baju kimono yang disediakan oleh pemilik resto dan pada waktu itu terucap kalimat “semoga kita bisa berkunjung ke Jepang suatu hari nanti”….. sesaat aku tersadar bahwa sore ini aku sedang berjalan sembari mendorong koperku menuju Skyliner, kereta api yang akan membawaku ke hotel tempat kami menginap di Nippori, Tokyo. Rasa syukurku bertambah, karena Allah berkenan menjadikan ucapan kami kala itu menjadi kenyataan. Perlahan ku tengok sahabat SMP ku Latifah yang duduk disampingku sedang asyik menikmati pemandangan dari balik kaca jendela kereta yang melaju membawa kami ke Nippori, bahagiaku berlipat ganda rasanya…….
#Sesungguhnya ucapanmu adalah doa, maka ucapkanlah yang baik-baik saja

Malam pertama di Tokyo tidak ingin kami sia-siakan begitu saja, setelah tiba di hotel dan makan malam, kami segera bergegas kembali menuju stasiun Nippori, tujuan kami adalah Harajuku.
Harajuku adalah ikon dari budaya remaja Jepang dengan gaya fashion yang sangat unik dan menjadi trendsetter dari lahirnya berbagai gaya fashion. Takeshita Dori (Takeshita Street) sepanjang 400 meter yang berada di Kawasan Harajuku dipenuhi toko fashion, butik, cafe, dan resto. 
Sayangnya sudah agak terlalu malam setibanya di Harajuku, sehingga kami hanya melihat-lihat sebentar saja, sebagian besar aktifitas toko fashion tutup pukul 09.00 malam waktu setempat. Kamipun kembali ke Nippori, menikmati malam yang semakin dingin menyisir jalan-jalan yang tetap ramai menuju ke hotel. Malam itu dikamar hotel, aku habiskan waktu dengan penuh canda tawa ria bersama sahabat kecilku, Latifah. Maklum, selama ini kami jarang bertemu, karena kesibukan masing-masing, kami hanya berkomunikasi melalui whatsap. Kebetulan profesiku dan Latifah sama-sama sebagai guru sehingga kamipun berbagi cerita dan pengalaman menarik seputar dunia Pendidikan. Tak hanya itu obrolanpun berlanjut seputar nostalgia jaman SMP, hingga kamipun mulai kehabisan kata, malampun semakin larut. dan kami pun sama-sama terlelap.

5 November 2019

Tepat pukul 8.00 waktu Tokyo, kami sudah berkumpul di depan lobby hotel, beberapa saat kami saling mengabadikan moment pagi ini di sekitar hotel. Suhu pagi ini menunjukkan angka 10 derajat celcius, dinginnya masih terasa walau aku memakai long john dan baju hangat. Kami berjalan kaki menuju stasiun Nippori, berkereta sampai ke stasiun Tokyo. Tujuan pagi ini adalah Tokyo Imperial Palace.



Imperial Palace yang merupakan tempat tinggal Kaisar Jepang adalah Edo Castle yang berada di tengah Kota Tokyo, tidak jauh dari Tokyo Station. Bangunan megah yang dibangun di masa Tokugawa shogun mulai berdiri dari tahun 1603. Setelah puas berfoto ria, kami melanjutkan perjalanan ke Shinjuku.

Shinjuku adalah salah satu ikon wisata di Tokyo, menjadi pusat bisnis, entertainment, dan kawasan perbelanjaan terbesar . Stasiun Shinjuku dikenal sebagai stasiun kereta tersibuk di dunia yang melayani lebih dari dua juta penumpang kereta setiap harinya. Beberapa belanjaan aku beli disini untuk oleh-oleh. Setelah puas mencuci mata dan dompet, kamipun bergerak menuju Tokyo Camii Mosque.

Masjid Camii adalah masjid terbesar di kota Tokyo dengan arsitekturnya yang sangat indah. Masjid inilah yang menjadi saksi pernikahan artis ternama Indonesia, Sahrini dan suaminya yang keturunan Jepang. Memasuki masjid Camii, terasa berbeda, ada ketenangan jiwa di lubuk hatiku yang terdalam. Suasana keramahtamahan sesama muslim terasa saat bertemu rombongan ibu-ibu dari Malaisya dan beberapa warga dari Indonesia. Usai melaksanakan kewajiban sholat, perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalan-jalan melewati rumah penduduk dan pertokoan menuju stasiun Tokyo untuk kembali ke Nippori, kami sepakat kembali ke hotel untuk mengambil koper yang pagi tadi kami titipkan di front office hotel.Sore ini kami akan pindah ke Randor Tokyo Grand Apartement.

Randor apartemen terletak di antara Nippori dan Uguisudani, kira-kira sekitar 10 menit berjalan kaki dari apartemen menuju ke stasiun Nippori maupun menuju ke stasiun Uguisudani. Tidak ada seorang petugaspun di apartemen ini, karena proses cek in menggunakan digital self check in, lalu keluar password untuk bisa memakai lift dan membuka pintu kamar apartemen. Hmmm…sejenak ini mengingatkanku pada materi yang sering aku sampaikan kepada siswaku tentang revolusi industry 4.0, dimana mesin atau robot menggantikan tenaga manusia. Tak perlu waktu lama memindahkan koper ke dalam kamar apartemen, kami masih akan melanjutkan wisata malam ke Asakusa. Perjalanan ke Asakusa ditempuh dengan berjalan kaki menuju stasiun Uguisudane selanjutnya berkereta menuju Asakusa.

Asakusa adalah salah satu dari kawasan di Tokyo yang menjadi pusat budaya Jepang dan menyimpan peninggalan sejarah masa lalu. Disini aku benar-benar merasakan suasana Jepang yang sangat kental. Khususnya saat aku melewati sepanjang Nakamise Street, ratusan toko berhiaskan lampion-lampion cantik menjual berbagai kerajinan tradisonal, souvenir Jepang, jajanan dan makanan tradisional disepanjang 250 meter hingga menuju gerbang Kaminarimon sampai ke Sensoji Temple. Tak jarang aku melihat para wanita Jepang masih menggunakan kimono.
Memasuki Sensoji Temple (berasal dari kata "senso" yang berarti Asakusa dan "ji" berarti temple) adalah temple yang terbesar dan tertua di Tokyo, dibangun abad ke-7. Didalamnya terdapat patung-patung dewa yang menjadi sesembahan orang Jepang jaman dahulu.

Malam itu kian dingin, kamipun mengumpulkan sisa tenaga untuk berjalan kaki ke stasiun Asakusa kembali ke Uguisudani. Untuk sampai ke apartemen dari stasiun Uguisudani masih harus berjalan kaki lagi selama 10 menit. Sekujur tubuhku mulai dilanda pegal-pegal, luar biasa ritme hari ini. Dari teras lantai enam apartemen, sejenak kupandangi menara Tokyo yang menjulang, bulan bersinar sempurna….terimakasih untuk hari ini ya Allah.

6 November 2019

Hari ini kami bersiap lebih pagi dari dua hari sebelumnya, tujuan kami adalah Gunung Fujiyama, yang berada di provinsi Yamanashi. Pukul 6.00 waktu Tokyo kami sudah harus bergegas ke stasiun Uguisudani menuju stasiun Shinjuku. Kami melanjutkan perjalanan menuju Yamanashi dengan Limited Express Azusa 1 transit di Stasiun Otsuki lanjut dengan Fujikyu Railway hingga tiba di pemberhentian terakhir stasiun Kawaguchiko. Perjalanan ditempuh dalam waktu 2 jam 30 menit. Berbeda ketika menaiki kereta JR Line di Tokyo, yang penumpangnya sebagian besar adalah orang-orang yang sibuk bekerja dengan pakaian formal jas dan blazer, maka pemandangan di kereta JR Yamanothe ini sebagian besar adalah turis asing yang akan berwisata ke gunung Fuji. Penampilan mereka lebih santai menggunakan T-shirt dan coat tebal. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan indah, perkotaan, pedesaan dan lembah-lembah yang daunnya mulai menguning dan memerah…benar-benar suasana autumn in Japan.

Tiba di Stasiun Kawaguchiko pukul 09.25 waktu setempat, perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan, melewati rumah penduduk lokal, sekitar 1 km hingga sampai ke Danau Kawaguchiko. Danau Kawaguchiko adalah danau terbesar dari enam danau yang berada di kaki Gunung Fuji

Tampak birunya langit menyatu dengan birunya danau, dikelilingi dengan bukit nan elok di balik bukit nampak dengan gagahnya gunung bertoping salju… Bagiku pemandangan alam ini sangat eksotik dan menambah kekagumanku kepada Sang Pencipta, sungguh Allah maha kreatif dengan karya yang luar biasa hebat dan agung. Kekagumanku juga kepada masyarakat Jepang yang mempunyai kesadaran yang tinggi dalam menjaga lingkungan sekitar tetap bersih dan nyaman.
Ada beberapa rute untuk bisa mendapatkan pemandangan yang sempurna melihat Gunung Fuji dari titik terdekat, salah satunya menaiki kereta gantung khaci-kachi yama ropeway. Setelah sabar dengan antrian yang cukup panjang akhirnya sampai juga giliran kami menaiki kereta gantung tersebut. Semula aku membayangkan akan mengalami uji adrenalin menaiki kereta gantung yang dibawahnya terdapat jurang yang curam namun ternyata teknologinya sangat baik, sangat smooth membawa kami ke atas bukit maupun kembali turun hingga kami tidak merasa takut sama sekali.




Sebenarnya gunung Fujiyama sudah aku kenal sejak kecil lewat lagu lawas yang berjudul gunung Fujiyama, namun kali ini aku benar-benar takjub melihat dari dekat Puncak gunung Fujiyama yang berdiri dengan gagahnya. Gunung Fuji adalah gunung berselimut salju yang tingginya mencapai 3.776 meter, merupakan gunung tertinggi di Jepang. Gunung ini sangat diagungkan oleh masyarakat Jepang dan dianggap sebagai tempat yang suci. Gunung Fuji terletak di perbatasan antara Provinsi Yamanashi and Shizuoka.

Tak terasa cukup lama juga kami menghabiskan waktu menikmati keelokan gunung Fuji, perut sudah mulai terasa keroncongan, akhirnya kami sepakat mampir ke Alladin Indo Halal Resto yang letaknya persis ditepi danau kawaguchiko. Nasi briyani dan kare nya sangat enak, walau yang punya resto kurang ramah dan sedikit jutek.

Perjalanan berlanjut menuju Gotemba dengan bus Fujikyu atau bus ekspres. Gotemba Premium Outlet adalah pusat perbelanjaan seluas 40 hektare dengan 210 toko-toko branded mulai dari produk pakaian, sepatu, jam tangan, hingga assesoris. Kalau pas beruntung, discountnya besar-besaran sampai 70 % , bisa dapat barang branded yang original dengan harga terjangkau.

Kami kembali ke apartemen dengan langkah gontai saking lelahnya, namun sempat juga kami mampir ke supermarket yang menjual sushi. Makan malam ini terasa nikmat sekali, mungkin karena perut sedang lapar atau memang rasa sushi disini memang sangat enak. Terimakasih ya Allah untuk hari ini yang begitu indah. Malampun menjadi saksi terlelapnya tidurku diselimuti lelah dan bahagia sekaligus.
 #....Nikmat Tuhanmu mana lagi yang engkau dustakan...


7 November 2019

Yeeaaahh naik sinkhansen…..akhirnya hari yang paling ditunggupun tiba, naik kereta tercepat di dunia, yang konon kecepatannya mencapai 300 km/jam. Seringkali disebut kereta peluru saking cepatnya. Tujuan hari ini adalah Karuizawa Snow Resort untuk sekedar melihat atau bermain salju. Namun kereta terjadwal jam 11.00 waktu setempat, kamipun melewatkan waktu untuk berkunjung ke Shibuya terlebih dahulu.




Shibuya adalah pusat fashion, budaya, dan melahirkan trend terkini di Jepang. Beberapa ikon di Shibuya adalah Hachiko Statue, patung anjing Hachiko yang melegenda. Alkisah Hachiko ini adalah anjing yang setia terhadap majikannya. Setelah majikannya meninggal dunia, anjing Hachiko tetap setia menunggu majikannya ditempat biasa mereka bertemu. Dan sampai hari ini tempat dimana hachiko menunggu majikannya diabadikan dengan sebuah bangunan patung anjing hachiko.

Tak kalah menarik adalah Shibuya Crossing, dikenal sebagai persimpangan tersibuk di dunia, dengan zebra cross dari berbagai arah. Aku cukup merasakan sensasi jadi orang Jepang yang melangkah cepat setengah berlari menyeberangi jalan persimpangan ini. Rupanya di hari keempat aku di Jepang, tubuhku sudah menyesuaikan diri dengan ritme orang Jepang, aku tidak lagi merasakan pegal-pegal.

Kamipun memasuki sebuah pusat perbelanjaan dikawasan Shibuya untuk berbelanja oleh-oleh khas Jepang, alhasil bertambahlah lagi kantong-kantong belanjaan. Saking asyiknya belanja waktu tinggal 30 menit tersisa untuk menaiki sinkhansen. Dengan berlari-lari kecil akhirnya sampailah ke stasiun Ueno. Namun apa daya kami terlambat 1 menit saat kami sampai pintu kereta sinkhansen mulai tertutup. Akkhhh andai ini di Indonesia telat satu menit pastilah masih ada toleransi. Untunglah tiket kereta yang terbilang mahal itu tidak hangus, namun kami harus menunggu jadwal keberangkatan sekitar 45 menit lagi.


Shibuya Crossing

Sinkhansen yang melaju dengan kecepatan super kencang akhirnya membawa kami ke Karuizawa, yang terletak di provinsi Nagano. Jarak tempuh sekitar kurang dari 2 jam. Namun diluar ekspektasiku, rupanya naik sinkhansen tidak terasa meluncur dengan kecepatan tinggi, rasanya seperti naik kereta biasa saja, namun didalamnya sangat nyaman.

Setibanya di Karuizawa, kami menggunakan taxi menuju lokasi salju. Bocah kecil tampan dengan mata bulat berbinar yang kami panggil Auk, berusia 3 tahun nampak sudah tak sabar, merengek kepada papa mamanya untuk bermain salju. Auk lah yang sering membuat kami tertawa melihat tingkah polahnya yang lucu dan menggemaskan. Kami tidak bisa lama bermain salju karena kereta yang membawa kami kembali ke Tokyo adalah kereta terakhir, dan kami harus tepat waktu menuju stasiun.
Auk dan salju

Menjelang malam kami sudah berada di Tokyo, dan malam terakhir kami di Jepang ini kami sempatkan lagi untuk mengunjungi Harajuku Takhesita Street yang kedua kalinya. Salah satu toko yang diserbu pengunjung adalah Daeso. Pantaslah Daeso banyak pembeli, rupanya toko yang ini menjual barang serba 100 yen. Di toko ini aku banyak bertemu dan bertegur sapa dengan sesama warga Indonesia. Rupanya Daeso salah satu ini toko favorit warga Indonesia yang berkunjung ke Harajuku.

Malam ini adalah malam terakhirku di Tokyo, Jepang. Dari teras lantai 6 apartemen, kunikmati kerlap-kerlip bintang, tak bosan kupandangi Tokyo Tower yang menjulang itu, dalam hati aku ingin kembali lagi suatu hari nanti. Sebelum tidur aku mengucap syukur atas karuniaNYA, terimakasih ya Allah, hari ini sangat amazing.

8 November 2019

Pukul 6.00 pagi dini hari, kami menurunkan koper dari lantai 6 ke lobby apartemen. Koper -koper tersebut kami titipkan di persewaan locker yang disediakan di stasiun Nippori. Sengaja koper dititipkan agar kami leluasa berjalan-jalan di Kawasan Nippori, karena kami masih punya waktu sekitar 6 jam sebelum kami menuju bandara Narita.

Kami menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di sekitar Nipori. Ada restoran halal yang menarik perhatian kami  yaitu Sakura halal Resto.  Pemilik resto sangat ramah,  seorang Jepang yang menjadi muallaf karena beristrikan seorang keturunan Arab, demikian cerita yang aku dengar dari tour leader kami. Mie ramennya enak sekali, sangat recomended.

Tepat pukul 12.30 kami bergerak menuju stasiun Nippori, dengan berjalan kaki.  Sepanjang jalan aku asyik menikmati birunya langit, segarnya udara, seakan polusi enggan singgah di negara ini. Ada yang menarik perhatianku, saat melewati sebuah rumah sakit yang cukup besar (entah apa namanya karena ditulis dalam huruf kanji), terlihat ruangan rumah sakit ini sangat sepi, tidak ada kesibukan sebagaimana layaknya dijumpai di rumah sakit di Indonesia. Dari mbak Yeni, tour leader kami, dijelaskan bahwa masyarakat Jepang jarang sakit, hal ini karena gaya hidup orang Jepang yang selalu berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan fasilitas kereta sebagai kendaraan dalam aktifitasnya sehari-hari, sehingga mereka sehat. Pantaslah seringkali aku melihat para manula di Jepang masih gesit beraktifitas.

Tiba di stasiun kami bergegas mengambil koper yang tersimpan rapih di locker, dan segera menuju jalur kereta Skyliner yang akan membawa kami ke Narita. Ada cerita menegangkan pada saat kami sudah berada di ruang boarding pesawat ANA Airways, tas ransel salah seorang dari rombongan kami yang bernama Fauzan, tertinggal di kereta Skyliner tersebut. Ojan demikian nama panggilannya, segera melapor ke petugas di bandara, dan dalam tempo tidak lebih dari 20 menit tas ransel tersebut dibawakan oleh petugas dan sampai ke tangan Ojan dengan utuh. Peristiwa yang sama dialami oleh Dr Fahra, ketika tiba pertama kali stasiun Nippori, tasnya tertinggal di kereta Skyliner dan setelah dilaporkan ke petugas, tas tersebut sampai dengan utuh kepada pemiliknya. Luar biasa integritas petugas di Jepang ini.

Melalui lima hari empat malam di negri Sakura, aku turut merasakan kekaguman dunia terhadap keberhasilan negara Jepang dalam membangun industry dan SDM sehingga perekonomiannya menjadi 3 negara besar di dunia. Menurut berbagai sumber yang aku baca, perjuangan pemerintah Jepang pasca kekalahan perang di tahun 1945 sangatlah dahsyat dalam melakukan reformasi tatanan nilai-nilai budaya dan karakter masyarakatnya melalui Pendidikan. Konon, anak SD di Jepang ini tidak dipusingkan dengan pelajaran matematika, mereka hanya belajar pendidikan karakter saja. Tak heran masyarakatnya memiliki karakter yang unggul dalam hal kedisiplinan, ketertiban, kebersihan dan integritas yang tinggi. Sebagai negara produsen mobil terbesar didunia ini, sebagian besar masyarakatnya tidak menggunakan mobil pribadi, mereka memilih bersepeda, berjalan kaki atau naik kereta api sebagai alat transportasi. Hal ini sangat kontras dengan penduduk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, dimana sebagian besar memilih menggunakan kendaraan bermotor atau mobil pribadi sebagai alat transportasinya. Tak heran jika tingkat pencemaran udara di Indonesia khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta sangat tinggi

Di kota besar seperti Tokyo ini aku masih mendapati burung-burung yang berenang di sungai-sungai yang mengalir jernih, air kerannya juga langsung bisa diminum, hampir tak kutemui polisi lalu lintas yang bertugas karena sedikitnya mobil yang melintas, tidak pula kutemukan bak sampah di jalan-jalan raya di Jepang, karena masyarakatnya terdidik untuk membawa sampahnya masing-masing.  Namun tetap saja aku kangen dengan kehangatan dan keceriaan ala Indonesia. Selama beberapa hari membaur dengan masyarakat di Tokyo ini,  aku mengamati mereka sangat sibuk bekerja, minim tertawa ria sebagaimana masyarakat di Indonesia, mereka serius membaca buku di dalam kereta, namun begitu mereka cukup ramah jika diajak berkomunikasi.

Tak sabar rasanya ingin segera kembali bertemu dan berbagi cerita tentang budaya dan karakter masyarakat di negri Sakura ini kepada anak-anakku baik di rumah maupun di sekolah. Apapun ceritanya Indonesia tetaplah tanah air beta…aku tetap otimis kedepan negriku akan menjadi lebih baik, lebih hebat…..(ingat bahwa ucapan adalah doa, maka ucapkanlah yang baik-baik).

Sekelumit jurnal perjalananku berakhir disini, disaat aku kembali menapakkan kakiku ke bumi pertiwi, kembali menghirup udara hangat bercampur bau asap bahan bakar mobil-mobil penjemput yang tak terhitung jumlahnya di terminal kedatangan bandara Soekarno-Hatta. Semilir angin malam seakan menyapaku “Haii, …welcome back to your country” dan akupun menjawab …..,haii… however you are…I love you so much  my country.

   

---------------------------- The End --------------------------------

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer